Image Banner

MEMBERI SALAM

Sebagai seorang muslim, sudah seharusnya kita selalu memberi salam satu sama lain. Namun pada zaman sekarang banyak di antara kita yang melalaikan sunnah yang satu ini. Padahal banyak sekali dalil baik dari Al-Qur\'an maupun Al-Hadits yang menganjurkan agar kita selalu memberi salam kepada sesama muslim. Firman Allah SWT :

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya.Yang demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu (selalu) ingat. (QS. 24:27)

Ibnu Jarir meriwayatkan dengan sanadnya dari \"Adi bin Tsamit r.a. ia berkata: Bahwasanya seorang perempuan datang kepada Rasulullah SAW maka ia berkata: Hai Rasulullah, sesungguhnya saya berada dalam rumah dalam keadaan yang saya tidak suka orang lain melihat saya. Dan sesungguhnya seorang laki-laki dari kerabat saya sering masuk ke rumah saya dan saya dalam kedaan sepeti itu, apakah yang mesti saya perbuat? Lalu turunlah ayat ini. Setelah turunnya ayat ini maka tidak dibenarkan seseorang masuk ke rumah orang lain, kecuali setelah minta izin dan memberi salam.

Ada beberapa hal yang mesti kita ketahui dalam masalah salam ini yang antara lain adalah:

a. Anjuran agar kita selalu memberi salam.
\" Dari Abi Umarah AlBarra bin \"Azib r.a. beliau berkata: Rasulullah SAW memerintahkan kepada kami dengan tujuh perkara ; menjenguk orang sakit, mengikuti jenazah, mendo\'akan orang yang bersin, membantu yang lemah, menolong yng didzalimi orang, memberi salam, mengabulkan permintaan seseorang ( yang memohon dengan memakai sumpah). (Muttafaqun \'Alaih )

Kita juga dianjurkan agar selalu memberi salam baik kepada orang yang kita kenal maupun yang tidak kita kenal.
\"Dari Abdullah bin \"Amar bin \"ash r.a. bahwasanya seorang laki laki bertanya kepada Rasulullah SAW, apakah islam yang paling baik? beliau menjawab: Engkau memberi makan dan memberi (mengucapkan ) salam kepada orang yang kamu kenal dan orang yang belum kamu kenal. ( Muttafaqun \'Alaih )

Memberi salam adalah salah satu cara untuk memperkuat persaudaraan antara sesama muslim, menambah saling cinta antara sesama orang yang beriman.
\"Dari Abu Hurairah r.a. beliau berkata: Rasullah SAW bersabda: Kalian tidak akan masuk sorga sehingga kalian beriman, dan kalian tidak beriman sehingga kalian saling mencintai, maukah kalian aku tunjukkan sesutu yang apabila kalian amalkan akan saling mencintai? Sebarkanlah ( ucapkanlah ) salam di antara kalian.\" ( HR.Muslim )

Memberi salam adalah salah satu ibadah yang dijanjikan masuk sorga bagi siapa saja yang selalu mengamalkannya.
\" Dari Abdullah bin Salam r.a. ia berkata : saya mendengar Rasulullah SAW bersabda: Hal menusia sebarkanlah ( ucapkanlah ) salam, berikanlah makanan, hubungkanlah tali kekeluargaan (shilaturrahim ), Shalatlah sedang orang-orang ( lagi lelap ) tertidur, niscaya kamu akan masuk sorga dengan selamat. ( HR.Ahmad, Tirmizi, Ibnu Majah - Shahih )

b. Permulaan disyari\'atkan salam.

Anjuran agar memberi salam sudah ada sejak zaman nabi Adam u
.\"Dari Abu Hurairah r.a. , dari nabi SAW beliau bersabda: Allah SWT mencipkan Adam u atas rupanya, panjangnya 60 hasta. Maka setelah selesai menciptakannya Allah SWT berfirman: Pergilah dan berilah salam kepada segolongan mereka - segolongan malaikat yang sedang duduk- maka dengarkan apa yang mereka ucapkan sebagai perhormatan kepadamu, maka sesungguhnya apa yang mereka ucapkan adalah perhormatanmu dan perhormatan keturunanmu ( yang beriman ). Maka ia (Adam u ) berkata: assalamu \'alaikum. Mereka menjawab: \'Assalamu\'alaikum warahmatullah. Mereka menmbah Warahmatullah, Maka setiap orang yang masuk sorga atas rupa Adam u, maka senantiasa makhluk berkurang setelah itu hingga sekarang. ( HR.Bukhari )

c. Hukum memberi salam dan menjawabnya.

Memberi salam adalah sunat dan menjawabnya adalah wajib. Ibnu Abdil Bar menjelaskan bahwa para ulama sepakat tentang hal ini. Namun Qadhi Iyadh meriwayatkan perkataan dari Qadhi Abdul Wahab bahwa memulai adalah sunat atau fardhu kifayah. Qadhi iyadh menjelaskan bahwa yang dimaksud fardhu kifayah di sini adalah bahwa menegakkan sunnah sunnah rasulullah SAW adalah fardhu kifayah. Wallahu \"a\'lam.
Dari hadits tentang permulaan salam di atas, para ulama sepakat bahwa menambah kalimat dalam menjawab salam adalah masyru\' ( disunatkan ) karena hal itu adalah perhormatan yang lebih baik. Firman Allah SWT :
Apabila kamu dihormati dengan suatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan lebih baik, atau balaslah (dengan yang serupa). Sesungguhnya Allah memperhitungkan segala sesuatu. (QS. 4:86)

Adapun memberi salam kepada orang kafir hukumnya adalah haram.Rasulullah SAW bersabda :
\"Janganlah kamu memulai orang Yahudi dan nasrani dengan salam. Maka apabila kalian bertemu mereka ditengah jalan maka persempitlah jalannya kepada yang lebih sempit. ( HR. Muslim ).
Namun kalau dalam satu majlis berkumpul muslim dan non muslin kita tetap disyari\'atkan mengucapkan salam kepada yang muslim.
\"Dari Usamah r.a. bahwasanya Rasulullah SAW melewati suatu majlis yang di dalamnya bercampur kaum muslimin dan musyrikin - penyembah berhala dan yahudi - maka nabi memberi salam kepada mereka.\" ( Muttafaqun \'alaih ).

d. Tatacara memberi salam.

Hendaklah yang berkenderaan lebih dulu memberi salam kepada yang berjalan, yang berjalan memberi salam kepada yang duduk, jama\'ah yang sedikit memberi salam kepada yang lebih banyak, yang muda memberi salam kepada yang lebih tua.
\"Dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya Rasulullah SAW bersabda: Yang bertunggangan (berkenderaan ) memberi salam kepada yang berjalan. Yang berjalan kepada yng duduk, yang sedikit kepada yang lebih banyak.\"( Muttafun \"alaih ).
Dan pada suatu riwayat Bukhari: dan yang muda kepada yang tua.

Kalau terjadi saling berlawanan, siapakah yang mestinya lebih dulu memberi salam? Seperti satu jama\'ah melewati satu jama\'ah yang lebih sedikit jumlahnya, atau yang lebih muda melewati yang lebih tua. Al Hafidz Ibnu Hajar mengatakan bahwa ia tidak menemukan dalil tentang hal ini. An-Nawawi memandang dari sudut siapa yang lewat. Maka siapa yang datang maka ialah yang harus lebih dulu memberi salam. Apakah ia lebih tua atau lebih muda, banyak atau sedikit; karena yang sedang lewat itu seperti orang yang mau masuk ke sebuah rumah. Wallahu a\'alm.

Rujukan :
1. Fath Al Bari -Al Hafidz Ibnu Hajar Jilid 12 Hal. 262-309
2. Riyadhu Ash-Shalihin- An-Nawawi Hal. 273-279.
Abu Muhammad GZ.

LAGI

KEPENTINGAN MEMBACA AL QURAN

KEUTAMAAN MEMBACA ALQUR`AN
Dari Abu Musa Al-Asy`arit berkata, Rasulullah bersabda: \"Perumpamaan orang mukmin yang membaca Al Qur`an bagaikan buah limau baunya harum dan rasanya lezat. Dan perumpamaan orang mukmin yang tidak membaca Al Qur`an bagaikan kurma, rasanya lezat dan tidak berbau. Dan perumpamaan orang munafik yang membaca Al Qur`an bagaikan buah raihanah yang baunya harum dan rasanya pahit, dan perumpamaan orang munafik yang tidak membaca Al Qur`an bagaikan buah hanzholah tidak berbau dan rasanya pahit.\" Muttafaqun `Alaihi.

Merupakan suatu kewajiban bagi seorang muslim untuk selalu berinteraksi aktif dengan Al Qur`an, dan menjadikannya sebagai sumber inspirasi, berpikir dan bertindak. Membaca Al Qur`an merupakan langkah pertama dalam berinteraksi dengannya, dan untuk mengairahkan serta menghidupkan kembali kegairahan kita dalam membaca Al Qur`an, kami sampaikan beberapa keutamaan membaca Al Qur`an sebagai berikut :

1. Manusia yang terbaik.
Dari `Utsman bin `Affan, dari Nabi bersabda : \"Sebaik-baik kalian yaitu orang yang mempelajari Al Qur`an dan mengajarkannya.\" H.R. Bukhari.

2. Dikumpulkan bersama para Malaikat.
Dari `Aisyah Radhiyallahu `Anha berkata, Rasulullah bersabda : \"Orang yang membaca Al Qur`an dan ia mahir dalam membacanya maka ia akan dikumpulkan bersama para Malaikat yang mulia lagi berbakti. Sedangkan orang yang membaca Al Qur`an dan ia masih terbata-bata dan merasa berat (belum fasih) dalam membacanya, maka ia akan mendapat dua ganjaran.\" Muttafaqun `Alaihi.

3. Sebagai syafa`at di Hari Kiamat.
Dari Abu Umamah Al Bahili t berkata, saya telah mendengar Rasulullah bersabda : \"Bacalah Al Qur`an !, maka sesungguhnya ia akan datang pada Hari Kiamat sebagai syafaat bagi ahlinya (yaitu orang yang membaca, mempelajari dan mengamalkannya).\" H.R. Muslim.

4. Kenikmatan tiada tara
Dari Ibnu `Umar t, dari Nabi bersabda : \"Tidak boleh seorang menginginkan apa yang dimiliki orang lain kecuali dalam dua hal; (Pertama) seorang yang diberi oleh Allah kepandaian tentang Al Qur`an maka dia mengimplementasikan (melaksanakan)nya sepanjang hari dan malam. Dan seorang yang diberi oleh Allah kekayaan harta maka dia infakkan sepanjang hari dan malam.\" Muttafaqun `Alaihi.

5. Ladang pahala.
Dari Abdullah bin Mas`ud t berkata, Rasulullah e : \"Barangsiapa yang membaca satu huruf dari Kitabullah (Al Qur`an) maka baginya satu kebaikan. Dan satu kebaikan akan dilipat gandakan dengan sepuluh kali lipat. Saya tidak mengatakan \"Alif lam mim\" itu satu huruf, tetapi \"Alif\" itu satu huruf, \"Lam\" itu satu huruf dan \"Mim\" itu satu huruf.\" H.R. At Tirmidzi dan berkata : \"Hadits hasan shahih\".

6. Kedua orang tuanya mendapatkan mahkota surga
Dari Muadz bin Anas t, bahwa Rasulullah e bersabda : \"Barangsiapa yang membaca Al Qur`an dan mengamalkan apa yang terdapat di dalamnya, Allah akan mengenakan mahkota kepada kedua orangtuanya pada Hari Kiamat kelak. (Dimana) cahayanya lebih terang dari pada cahaya matahari di dunia. Maka kamu tidak akan menduga bahwa ganjaran itu disebabkan dengan amalan yang seperti ini. \" H.R. Abu Daud.

LAGI

KEWAJIBAN MENUNTUT ILMU

Menuntut Ilmu Menurut Perspektif Islam
Kedatangan Islam membawa gesaan menuntut, menyebar dan memuliakan ilmu. Wahyu yang pertama iaitu ayat 1-5 surah Al-‘Alaq dengan jelas mewajibkan pencarian ilmu. Oleh itu agama Islam ini dapatlah dikatakan sebagai tertegak atas dasar ilmu atau pengetahuan. Tanpa ilmu dan pengetahuan kita tidak akan dapat mengenal Khaliq dan seterusnya tidak dapat berbakti kepadaNya. Perkataan “ilmu” disebut kira-kira 750 kali dalam Al-Qur’an melalui berbagai bentuk (Muhammad Dawilah,1993:9). Orang yang berilmu diberikan pujian dan dipandang mulia di sisi Islam. Hal ini dapat kita lihat melalui banyak ayat Al-Qur’an antaranya,

Firman Allah S.W.T yang bermaksud:
“Katakanlah: Adakah sama orang yang berilmu dengan orang yang tidak berilmu”. (Az-Zumar:9)

Firman Allah S.W.T maksudnya:
“Allah memberikan hikmah (ilmu pengetahuan) kepada sesiapa yang dikehendakiNya dan orang-orang yang diberikan ilmu pengetahuan beerti ia telah diberikan kebaikan yang banyak”. (Al-Baqarah:269)
Firman-Nya lagi maksudnya:
“Hanya sanya orang yang takut kepada Allah ialah orang yang berilmu”. (Al-Faatir:28)

Konsep Ilmu

Konsep ilmu dalam Islam merujuk kepada hakikat bahawa Allah S.W.T sebagai pemilik mutlak ilmu. Manusia hanya diberikan sedikit sahaja ilmu. Namun begitu ilmu yang sedikit sangat bermakna di sisi Allah jika ianya digunakan sebaik mungkin iaitu sehingga membawa kepada keimanan yang kukuh terhadap Allah serta mengikut perintah dan menjauhi laranganNya. Ilmu mesti dipelajari dan dikembangkan berdasarkan asas-asas tauhid dan disertakan integrasi iman, kemanfaatan ilmu, amalan yang soleh dan akhlak yang mulia (Mohd. Kamal Hassan, 1998:19).

Dasar ini jelas melalui wahyu pertama iaitu surah Al-‘Alaq yang menyatukan antara tauhid (melalui sifat al-Khaliq mutlak) dengan ilmu (Muhammad Dawilah,1993:9). Semua pancaindera zahir dan batin yang dijadikan oleh Allah adalah bermatlamatkan pencarian ilmu yang benar. Lantaran itu manusia yang tidak menggunakan pancaindera tersebut untuk mendapatkan ilmu yang benar akan dikutuk. Hal ini jelas melalui firman Allah S.W.T,

\"Sesungguhnya Kami jadikan untuk neraka Jahannam kebanyakkan Jin dan manusia, bagi mereka ada jantung hati (tetapi) tidak mengerti dengannya, dan bagi mereka ada mata (tetapi) tidak melihat dengannya, dan bgai mereka ada telinga (tetapi) tidak mendengar dengannya. Mereka itu seperti binatang ternakan, bahkan mereka lebih sesat. Mereka itulah orang-orang yang lengah.\" (Al-‘Alaq:179)

Hukum Menuntut Ilmu
\"Tuntutlah ilmu walaupun sampai ke negeri Cina\". (Al-Hadis)

Kadang-kadang kita lupa untuk apa sebenarnya kita menuntut ilmu, dan kita juga lupa apa hukumnya menuntut ilmu dalam agama Islam. Dalam hal tersebut, saya ingin mengingatkan kembali untuk apa sebenarnya, dan apa hukumnya kita menuntut ilmu dalam agama Islam. Hal tersebut ada dinyatakan di dalam buku \"Ilmu Fiqih Islam\" karangan Drs. H. Moh. Rifai.

Apabila kita memperhatikan isi Al-Qur’an dan Al-Hadis, terdapat beberapa suruhan yang mewajibkan bagi setiap muslim baik laki-laki mahupun perempuan, untuk menuntut ilmu, agar tergolong menjadi umat yang cerdas, jauh dari kabut kejahilan dan kebodohan. Menuntut ilmu artinya berusaha dengan jalan menanya, melihat atau mendengar. Perintah kewajiban menuntut ilmu terdapat dalam hadis Nabi Muhammad S.A.W. yang bermaksud;
\"Menuntut ilmu adalah fardhu bagi tiap-tiap Muslim, baik laki-kali mahupun perempuan.\" (HR. Ibn Abdulbari)

Dari hadis ini kita memperoleh pengertian bahawa Islam mewajibkan pemeluknya agar menjadi orang yang berilmu, berpengetahuan, mengetahui segala kemaslahatan dan jalan kemanfaatan; menyelami hakikat alam, dapat meninjau dan menganalisis segala pengalaman yang didapati oleh umat yang lalu, baik yang berhubungan dengan ‘aqidah dan ibadat, serta hubungannya dengan soal-soal keduniaan dan segala keperluan hidup.

Nabi Muhammad S.A.W. bersabda:
\"Barangsiapa menginginkan soal-soal yang berhubungan dengan dunia, wajiblah ia memiliki ilmunya; dan barangsiapa yang ingin (selamat dan berbahagia) di akhirat, wajiblah ia mengetahui ilmunya pula; dan barangsiapa yang menginginkan kedua-duanya, wajiblah ia memiliki ilmu kedua-duannya pula.\" (HR. Bukhari dan Muslim)

Islam mewajibkan kita menuntut ilmu-ilmu dunia yang memberi manfaat dan berguna untuk kita dalam hal-hal yang berhubungan dengan kehidupan kita di dunia, agar tiap-tiap muslim tidak dikategorikan sebagai terkebelakang dan agar setiap muslim dapat mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan yang dapat membawa kemajuan bagi penghuni dunia ini dalam batas-batas yang diredhai Allah swt. Demikian pula Islam mewajibkan kita menuntut ilmu-ilmu deenul Islam agar menghasilkan natijah yang sempurna, amalan yang dilakukan sesuai dan selaras dengan perintah-perintah syara’. Hukum wajibnya perintah menuntut ilmu itu adakalanya wajib ‘ain dan adakalanya wajib kifayah.

Islam mewajibkan kita menuntut ilmu-ilmu dunia yang memberi manfaat dan berguna untuk kita dalam hal-hal yang berhubungan dengan kehidupan kita di dunia, agar tiap-tiap muslim tidak dikategorikan sebagai terkebelakang dan agar setiap muslim dapat mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan yang dapat membawa kemajuan bagi penghuni dunia ini dalam batas-batas yang diredhai Allah swt. Demikian pula Islam mewajibkan kita menuntut ilmu-ilmu deenul Islam agar menghasilkan natijah yang sempurna, amalan yang dilakukan sesuai dan selaras dengan perintah-perintah syara’. Hukum wajibnya perintah menuntut ilmu itu adakalanya wajib ‘ain dan adakalanya wajib kifayah.

Pembahagiaan Ilmu
Syari’ah Islam menggariskan dua bahagian besar ilmu iaitu ilmu fardhu ‘ain dan fardhu kifayah. Fardhu ‘ain dirujuk kepada ilmu yang wajib diketahui oleh setiap orang \"mukallaf\" atau yang sudah diberi pertanggungjawaban dalam Islam. Fardhu kifayah pula ialah ilmu yang diwajibkan ke atas sebahagian umat Islam untuk menguasainya dan jika terdapat sebahagian yang sudah menguasainya maka terlepaslah kewajipan umat Islam yang lain daripada bebanan wajibnya.

Ilmu fardhu ‘ain boleh dibahgikan kepada empat bahagian iaitu ilmu yang berkaitan rukun iman, yang berkaitan dengan hukum hakam, yang berkaitan dengan perkara-perkara yang diharamkan dan yang berkaitan dengan pergaulan dan muamalah seharian (Amir A. Rahman, 1991:110-111). Fardhu kifayah pula ialah bidang ilmu yang luas dan sering berjalan seiring dengan perkembangan zaman. Sebahagian umat Islam diwajibkan untuk mengetahuinya agar tidak memberikan kesan buruk kepada Islam yang mungkin menghadapi ketinggalan dalam bidang kebendaan serta terancam keselamatannya.

Ilmu yang wajib ‘ain dipelajari oleh mukallaf iaitu yang perlu diketahui untuk meluruskan ‘aqidah yang wajib dipercayai oleh seluruh muslimin; dan yang perlu diketahui untuk melaksanakan pekerjaan-pekerjaan yang difardhukan atasnya, seperti shalat, puasa, zakat dan haji.

Di samping itu perlu dipelajari ilmu akhlak untuk mengetahui adab sopan santun yang perlu kita laksanakan dan tingkah laku yang harus kita tinggalkan. Di samping itu harus pula mengetahui kepandaian dan keterampilan yang menjadi tonggak hidupnya. Adapun pekerjaan-pekerjaan yang tidak dikerjakan sehari-hari maka diwajibkan mempelajarinya kalau dikehendaki akan melaksanakannya, seperti seseorang yang hendak memasuki alam rumah tannga seperti syarat-syarat dan rukun-rukunnya dan segala yang diharamkan dan dihalalkan dalam menggauli isterinya.

LAGI

HORMATILAH GURUMU

Guru adalah insan yang sangat besar jasanya kepada kita semua. Sebut sahaja perkataan guru, cikgu, mursyid dan apa jua yang sama dengannya, pasti akan terbayang difikiran seseorang yang mengajar ilmu, menunjukkan kesalahan, memberi nasihat, latihan dan panduan.Pendek kata mereka adalah insan yang menunjukkan kita sesuatu ilmu yang membuatkan kita yang asalnya tidak tahu, menjadi tahu. Tanpa guru siapalah kita pada hari ini. Jika kita bergelar doktor, peguam, jurutera dan saintis, itu semua adalah hasil daripada didikan guru-guru kita sejak kita tadika, sekolah dan universiti. Merekalah yang membentuk kita menjadi seperti sekarang.Islam amat menitikberatkan adab seorang murid terhadap gurunya. Adalah menjadi suatu kewajiban bagi kita untuk hormat kepada guru meskipun mereka tidak lagi mengajar kita. Seorang guru sudah pasti mempunyai pengetahuan yang tinggi tentang sesuatu bidang sehingga mampu mengajar orang lain. Oleh sebab itulah menghormati mereka adalah dituntut oleh syarak sebagaimana firman Allah S.W.T :

\"Wahai orang-orang yang beriman, taatlah kamu kepada Allah dan taatlah kamu kepada Rasulullah dan kepada \'Ulil-Amri\' (orang-orang yang berkuasa) dari kalangan kamu.\" (An-Nisa\' :59)

Pernah diceritakan tentang Imam Syafie menghormati gurunya. Pada suatu hari, sedang beliau memberi kuliah kepada ribuan pelajar-pelajarnya, masuklah seorang badwi yang amat comot serta amat busuk sekali.

Melihat sahaja badwi itu masuk, Imam Syafie lantas berhenti daripada memberi kuliah dan mendekati badwi itu serta memeluknya dengan erat. Tergamam anak muridnya melihat perlakuan Imam Syafie itu. Selesai sahaja memberi kuliah, maka bertanyalah anak muridnya kepada Imam Syafie mengapa beliau memeluk badwi tersebut.

Imam Syafie berkata bahawa walaupun badwi itu busuk dan comot, tetapi badwi itu ialah gurunya. Sebab itu dia memeluk badwi tersebut sebagai cara menghormati guru. Makin terpegun pelajar-pelajarnya apabila diberitahu tentang badwi yang jahil itu menjadi guru Imam Syafie.

Jawab Imam Shafie \"Pada suatu hari, sedang aku menulis kitab fekah, aku mempunyai satu masalah iaitu bagaimana nak mengenali dan membezakan di antara anjing yang cukup umur dengan anjing yang belum cukup umur. Lalu aku fikir tentu badwi tahu kerana badwi banyak memelihara anjing untuk mengawal kambing-kambing mereka.\"

\"Aku pun bertanya hal tersebut kepada badwi yang ku peluk tadi. Badwi itu menerangkan bahawa anjing yang cukup umur mengangkat sebelah kaki belakang apabila kencing, manakala anjing yang tidak cukup umur tidak mengangkat kakinya bila kencing. Dengan panduan badwi itulah, maka aku dapat menyiapkan kitabku itu\". Begitulah ceritanya. Walaupun terlalu sedikit jasa badwi itu kepadanya, Imam Shafie amat menghargainya dan menghormati sehingga menggelarnya guru.

Rasulullah s.a.w bersabda:
\" Tidak termasuk umatku, orang yg tidak hormat orang tua, tidak mengasihi orang muda dan tidak mengiktiraf orang alim di antara kami.\" (Riwayat Ahmad)

Kebelakangan ini, pelajar kurang mengambil berat soal hormat-menghormati dengan guru. Sudah menjadi sesuatu yang biasa bagi pelajar yang melawan guru malah ada yang berani mencederakan guru yang mengajarnya ilmu. Hal ini amat bercanggah dengan adab pelajar dalam Islam. Saidina Ali juga pernah berkata, \"Barang siapa yang mengajar aku walaupun satu huruf maka dia adalah tuan kepadaku.\" Tuan yang dimaksudkan oleh Saidina Ali adalah gurunya.

Terdapat banyak cara menghormati guru kita. Jika ilmuan terdahulu yang terkenal dengan ketokohan ilmunya menghormati guru mereka, maka mengapa kita yang tidak menjadi tokoh dan ilmuan berani melanggar adab berguru.

Adab ulama salaf dan ilmuan terdahulu dengan guru mereka ialah Mereka merendah diri terhadap ilmu dan guru dan sentiasa menurut perintah serta nasihat guru dan sentiasa meminta pendapat serta pandangan guru dalam setiap urusan mereka.

Mereka mentaati setiap arahan serta bimbingan guru umpama seorang pesakit yang tidak tahu apa-apa yang hanya mengikut arahan seorang doktor pakar yang mahir. Mereka juga sentiasa berkhidmat untuk guru-guru mereka dengan mengharapkan keredhaan dan balasan pahala serta kemuliaan di sisi Allah s.w.t.

Ulama terdahulu tidak pernah sama sekali menggelar guru mereka dengan nama yang buruk. Bahkan mereka juga tidak pernah memanggil guru dengan panggilan \"engkau\" dan \"awak\". Al-Khatib berkata: Hendaklah dia berkata \"Wahai guru, apakah pendapat kamu mengenai hal ini?\" dan kata-kata seumpamanya. Dan tidak menggelarkannya dengan namanya kecuali disertakan dengan gelaran-gelaran yang menunjukkan penghormatan serta takzim kepadanya. Misalnya syeikh ataupun ustaz atau syeikh kami.

Mereka tidak sekali-kali berbantah-bantah ataupun berlawan cakap dengan guru. Sesungguhnya berbantah-bantah itu secara umumnya sudah merupakan suatu perbuatan yang keji dan terlarang, apatah lagi untuk berbantah-bantah dengan guru yang merupakan pembimbing serta qudwah. Perbuatan ini akan menjauhkan mereka sebagai pelajar daripada kebaikan dan merupakan penjerumus kepada kejahatan dan ianya adalah penyebab diharamkan ke atas mereka bermacam-macam bentuk kebaikan.

Jika mereka berhajat kepada guru mereka di luar waktu mengajar sedangkan guru tersebut sedang berehat ataupun tidur, maka guru itu tidak akan diganggu. Mereka akan menunggu sehingga guru tersebut terjaga dari tidur ataupun selesai dari berehat. Ibnu \'Abbas r.a pernah mendatangi salah seorang daripada sahabat Rasulullah s.a.w untuk bertanya kepadanya mengenai suatu hadith. Lalu dikatakan kepadanya: Dia sedang tidur. Maka duduklah Ibnu \'Abbas di muka pintu. Lalu dikatakan kepadanya: Tidak perlukah kita mengejutkannya? Ibnu \'Abbas pun menjawab: Jangan.

Begitulah hormatnya ulama\' dan ilmuan Islam terdahulu. Disebabkan itulah mereka menjadi tokoh besar dan dihormati pula sehingga kini kerana mereka begitu menjaga adab dengan guru masing-masing. Semoga kita semua termasuk dalam kalangan mereka yang menghormati guru. InsyaAllah.

- Artikel daripada iluvislam.com | Sel, 25 Okt 2011 15:28 | Ad-Dien Fiddien | nurilla88

LAGI

Image News
Image News

Image Banner